Oleh: Nurhasan, S.Pd.I.*
Bagaimana kabarnya ayah bunda sekalian? Semoga kabarnya sehat semua beserta ananda di rumah. Saya doakan segala urusannya dimudahkan oleh Allah. Ayah bunda yang dirahmati Allah, dalam edisi kali ini saya ingin membahas tentang seputar adab-adab bekerja dan berbisnis dalam Islam. Tulisan ini bukan bertujuan untuk menggurui, tapi bagaimana kita sama-sama belajar sekaligus evaluasi apakah selama ini bekerja dan berbisnis sudah benar atau belum menurut Islam. Menurut Dr. Oni Syahroni, MA seorang pakar fiqih muamalah, ada beberapa adab yang harus ditunaikan dalam hal bekerja dan berbisnis. Di antaranya adalah:
Bekerja untuk ibadah karena Allah
Kalau kita bekerja hanya berniat cari uang, maka hanya uang yang didapat. Tapi kalau bekerja diniatkan untuk ibadah, maka kita dapat dua hal sekaligus. Yaitu pahala dan finansial. Mungkin bagi ayah bunda tidak terlalu sulit untuk memastikan bahwa motif niat bekerja cari pendapatan karena Allah. Sebab kita ingin menjadi sosok yang mandiri secara finansial. Dengan kita berkecukupan bisa menunaikan kewajiban sebagai pribadi, seorang ayah, dan kepada orangtua sebagai wujud birrul walidain. Dengan kita berkecukupan secara finansial ada banyak hal yang bisa ditunaikan sebagai amanah dari Allah di pundak kita.
Memastikan bahwa pekerjaan kita halal menurut Islam Halal
Maksudnya tidak ada satupun pendapatan dari barang yang haram. Seperti ada unsur korupsi, suap, dan investasi di saham-saham barang haram. Jadi kita ingin memastikan bahwa pekerjaan kita halal. Karena bagaimana kita berharap dari semua kesibukan pendapatan berkah sementara cara mendapatkannya tidak halal.
Sesungguhnya saat kita bekerja mencari maisyah dunia sebenarnya itu juga bagian dari ibadah untuk mencari rida Allah
Jika mereka yang tidak beriman bisa totalitas dalam bekerja dan full power dalam bekerja, maka seharusnya kita sebagai orang beriman juga bisa totalitas memburu dunia karena Allah. Mengapa harus memburu? Karena kita ingin spirit yang digunakan adalah totalitas. Karena kita tidak ingin diperbudak dunia. Kita ingin menjadi seorang hartawan berkecukupan tetapi harta tersebut untuk peruntukan di jalan Allah.
Memastikan mitra kita setuju dan rida.
Mungkin banyak indikatornya. Misalnya ada perjanjian, penawaran sampai keluar persetujuan. Kalau emak-emak sebagai dropshiper harus jelas barangnya. Tak ada yang ditutup-tutupi.
Tanpa rekayasa
Kita berbisnis ingin karena Allah, maka distribusi, pemasaran sesuai dengan ilmu marketing yang syarat dengan strategi tetapi tanpa rekayasa. Contohnya rekayasa adalah seseorang yang ingin menaikkan rating produknya. Dikesankan oleh publik produknya laku dengan cara membeli akun palsu. Cara ini adalah rekayasa. Memaksakan diri sebenarnya. Padahal ada cara lain yang lebih panjang dan membangun trust dan kepercayaan publik dengan strategi marketing dan memperbaiki kualitas produk. Natural tapi usianya lebih panjang.
Menunaikan zakat dan infak
Bagi mereka yang sudah memenuhi ketentuan zakat seperti pelaku usaha. Maka kewajiban zakat saat keuntungan setahun sudah mencapai minimum senilai 85 gram emas. Ditunaikan senilai 2,5%. Atau meskipun belum memenuhi kriteria wajib zakat ya disunahkan untuk berinfak. Agar pendapatan kita berkah sesuai dengan doa dari Rasulullah, “Ketika hamba berada di setiap pagi, ada dua Malaikat yang turun dan berdoa, “Ya Allah berikanlah ganti pada yang gemar berinfak (rajin memberi nafkah pada keluarga).” Malaikat yang lain berdoa, “Ya Allah, berikanlah kebangkrutan bagi yang enggan bersedekah (memberi nafkah).”” (HR Bukhari dan Muslim). *Pengurus KSPPS Uswah Mandiri Sejahtera
0 Comments