Filosofi Kepemimpinan Semut

Kita sering kali mendengar kata pemimpin dalam bermasyarakat, bernegara dan bersosial. Setidaknya dalam lingkup ini pemimpin mempunyai peran vital dalam pengambilan keputusan dan kebijakan. Terlepas dari siapa yang memimpin suatu kelompok, pemimpin patut dihormati. Selagi tidak melanggar hak, hukum dan kesepakatan bersama.

Dalam Kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) pemimpin /pe·mim·pin/ n  orang yang memimpin: ia ditunjuk menjadi ~ organisasi itu;  petunjuk; buku petunjuk (pedoman): buku ~ montir mobil;~ pemimpin /pe·mim·pin/ n  orang yang memimpin: ia ditunjuk menjadi~ organisasi itu; petunjuk; buku petunjuk (pedoman): buku ~montir mobil;~ kepemimpinan /ke·pe·mim·pin·an/ n perihal pemimpin; cara memimpin.

Dari pengertian di atas bisa dikatakan berasal dari kata pimpin. Namun demikian ketiganya digunakan dalam konteks yang berbeda. Masyarakat Indonesia kadangkala menyatakan “pemimpin” sering disebut penghulu, pemuka, pelopor, pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, penuntun, raja, tua-tua, dan sebagainya. Sedangkan istilah “memimpin” digunakan dalam konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara.

Pemimpin itu “LEADER”, yang jika dipendekkan LEAD. Dalam beberapa kajian LEAD mempunayi arti sebagia berikut:

*Loyality, seorang pemimpin harus mampu membagnkitkan loyalitas rekan kerjanya dan memberikan loyalitasnya dalam kebaikan.

*Educate, seorang pemimpin mampu untuk mengedukasi rekan-rekannya dan mewariskan tacit knowledge pada rekan-rekannya.

*Advice, memberikan saran dan nasehat dari permasalahan yang ada.

*Discipline, memberikan keteladanan dalam berdisiplin dan menegakkan kedisiplinan dalam setiap aktivitasnya.

Dalam berbagai versi kepemimpinan acap kali dibahas dalam dunia literasi dan kebudayaan. Masing-masing mempunyai konsep dan rujukan. Ada yang menganut konsep islami, nasionalis, adat, kebudayaan dan birokrasi. Bebas melaksanakan sesuai selera. Semua mempunyai filosofi dan artinya masing-masing.

Dalam Al-Qur’an telah banyak dali-dalil tentang pemimpin dan kepemimpian. Diantaranya (QS:  Ali Imron [3]: 28), (QS: An Nisa’ [4]: 144), (QS:  Al-Ma’aidah [5]: 57), (QS: At-Taubah [9]: 23), (QS: Al Mujaadalah [58]: 22), (QS: An-Nisa’ [4]: 138-139), dari beberapa contoh ayat Al-Qur’an tadi, dapat kita ketahui bahwa Al-Qur’an merupakan kitab dengan segala macam sumber referensi yang kompit. Semua ada dalam kalamullah tersebut.

Sebagai mahluk yang mempunyai akal sehat. Tentunya kita bisa mengambil insipasi atau pelajaran dari gaya kepemimpinan tertentu. Apakah secara alamiah atau keadatan atau bahkan filosofis. Bebas, asalkan tidak melanggar syariat islam dan bisa memberikan perubahan positif terhadap sesama. Dalam hal ini saya akan mengulas tentang kepemimpinan alamiah dari hewan yang bernama semut. Semut merupakan hewan yang spesial, karena namanya diabadikan dalam salah satu surat al quran. Pasti ada alasan yang kuat sehingga Allah memasukkan dalam kita suci umat islam tersebut.

Kepemimpinan alamiah adalah gaya kepemimpinan yang terinspirasi dari alam, dengan cara mengamati keadaan alam semesta yang merupakan ciptaan Tuhan serta berlangsung secara natural. Mengambil sisi baik dari suatu peristiwa atau kejadian tertentu. Kita sadari bahwa alam kita ini dianugerahkan Allah diperuntukkan bagi manusia untuk dirawat, dipelajari, dikelola dan dipergunakan dengan sebaik mungkin. Alam telah mengilhami kita semua dan semut adalah diantaranya. Kehidupan semut jika diamati secara seksama akan melahirkan satu gaya kepemimpinan.

Apa makna dalam kepemimpinan semut tersebut. Berikut kajiannya:

Memiliki Kehidupan Sosial yang Tinggi

Semut adalah hewan yang hidup berkeloni, semut tahu bagaimana hidup bersama dalam komunitasnya. Gaya hidup secara berkelompok menjadikan semut memiliki kehidupan sosial yang tinggi. mereka mempunyai konsep kehidupan dengan penuh kebersamaan dengan saling bergotong royong. Jika mendapat rezeki, saling membagi. Pun halnya saat kondisi bahaya, mereka saling rambate rata hayo.

Dalam konteks kepemimpinan pun demikian, pemimpin wajib berprinsip sosiologis. Mengedepankan kepentingan halayak demi menyejaterakan umatnya. Berpedoman saling mendukung, tanpa menjatuhkan. Namun merangkul untuk membangun bersama. Melindungi hak-haknya dan memberikan rasa aman dalam berkehidupan.

Berani Berkorban dan Setia Kawan

Semut, walaupun secara koloni itu banyak, namun secara individu mereka terkadang tidak memikirkan dirinya sendiri. Mereka cenderung mengutamakan kepentingan bersama dan tak jarang rela mengorbankan dirinya. Berani berkorban meskipun nyawa menjadi taruhan. Berani bertindak selagi itu benar. Berani terluka melindungi yang termarjinalkan. Selain rela berkorban, semut juga setia pada sesama spesiesnya. Amatilah semut yang berkorban dan mati, oleh teman-teman semut berusaha untuk membawa mayat semut tersebut kembali ke sarang, demikian juga ketika ada semut yang terluka, maka segera semut lain menolong dan membawanya pergi menjauh. Itulah semut.

Dalam ranah kepemimpinan, hal-hal ini perlu dideferensiasikan dengan sikap siap berkorban demi kepentingan bersama yang lebih besar. Berani mengambil keputusan dan kebijakan dalam rangka pemenuhan hajat hidup orang banyak. Memotong pola kecenderungan berpihak ke salah satu kelompok atau golongan lain. Benar-benar fokus dalam berkorban untuk kemaslahatan umat. Merangkul kawan, memberi jarak lawan. Memperlakukan kawan halnya kawan. Apapun permasalahan diselesaikan dengan bersama. saling membantu, dengan demikian akan tercipta suatu keharmonisan dan kekeluargaan.

Kehidupan yang Teratur

Semut adalah salah satu hewan yang hidupnya sangat teratur. Mereka tahu tugas dan kewajibannya. Tidak ada rasa iri walapun tugasnya berbeda-beda. Kita tahu bahwa dalam koloni semut terdapat semut pekerja, semut pejantan, semut prajurit dan ratu semut, namun dalam kehidupan semut tidak ada yang mengawasi, semut bukan budak dari siapapun, tidak ada semut yang tugasnya untuk mengontrol semut lainnya.

Demikian halnya kepemimpinan, seorang pemimpin harus menciptakan suatu iklim kerja yang teratur dan kondusif. Menghargai keyakinan dan menjaga kehormatannya. Pekerja tahu tugas dan kewajibannya. Tak ada sistem otoriter dan egaliter dalam keberlangsungan kinerjanya. Semua teratur dalam sebuah sistem yang membangun. Dengan demikian, tidak perlu ada pengawasan, karena sudah teratur. Perkerja memiliki intergritas yang tinggi, sehingga tingkat kinerjanya pun berkualitas.

Tidak Putus Asa dan Kuat

Semut adalah serangga yang tidak kenal putus asa. Kita bisa memperhatikan ketika semut memperoleh makanan yang besar atau sulit terjangkau. Mereka akan berusaha dengan segala kemampuannya untuk mendapatkan makanan tersebut. Meskipun harus berebut dengan hewan yang lain. Sekuat tenaganya harus mempertahankannya. Ia tak akan mau meninggalkan makanannya yang telah diperolehnya. Pun halnya dengan kepemimpinan, harus menciptakan iklim yang pekerja tidak putus asa, tetapi berusaha terus untuk mencapai kesuksesan. Pantang menyerah mempertahankan apa yang telah diperoleh. NKRI harga mati.

Selain itu, Semut adalah serangga yang kuat. Ia mampu mengangkat barang yang beratnya sepuluh kali lipat dari berat tubuhnya. Gajahpun tidak sanggup melakukan hal demikian. Semut yang kelihatannya lemah sesungguhnya memiliki kekeatan yang luar biasa. Itulah semut.

Semangat ini jika diterapkan di kepemimpinan sangat cocok. Dimana seorang pemimpin harus memberi semangat kepada semua pekerja untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki, pekerja yang memiliki potensi yang luar biasa, walaupun terkadang kelihatan lemah dan tak memiliki apa-apa, namun jika potensi seseorang dapat digali dan dioptimalkan, akan menghasilkan sesuatu yang luar biasa.

Terlepas dari beberapa unsur nilai-nilai positif dalam Semut. Kita perlu mengambil hikmah dari apa yang telah diciptakan Allah. Karena semua ciptaan-Nya pasti bermanfaat. Tidak ada produk gagal. Semua ada nilai-nilai yang patut kita ambil sisi baiknya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top