0

Oleh: Juwita Kridha Wicaksini, S.S.*

Ayah dan bunda yang dirahmati Allah, tidak biasanya saya menulis artikel dengan judul di atas. Biasanya kita sebagai orang tua akan merasa bahwa masa anak-anak belum saatnya diajarkan tentang pengeloaan uang atau ayah dan bunda beranggapan, pada saatnya nanti mereka akan tahu dan belajar dengan sendirinya mengenai hal ini.

Namun, bukankah banyak ragamnya pendidikan yang harus kita sampaikan kepada anak-anak kita untuk selamat dalam mengarungi kehidupan dunia? Oleh sebab itu, saya kira penting pembahasan di bawah ini.

Bismillahirrahmanirrahim…

Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya.” (QS. Al Isra’: 26-27)

Berawal dari ayat di atas, yang menjadi dasar kita untuk tidak main-main untuk urusan uang (harta). Sebenarnya, perintah untuk tidak boros (berlebihan) itu tidak hanya di wilayah uang saja, tapi juga dalam konteks lainnya yaitu makan, minum, berbelanja, bahkan berinfak/membelanjakan harta (“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal”. (QS. Al Isra: 29).

Sebagai seorang muslim, sebaiknya segala macam aspek kehidupan yang dijalankan sesuai dengan syariat Islam, termasuk cara mengatur keuangan. Islam telah menetapkan ajaran-ajaran tentang bagaimana cara seseorang mengatur persoalan finansialnya.

Cara pertama, bisa kita contoh dari sahabat Nabi, Salman Al Farisi. Diriwayatkan bahwa beliau memiliki formula pengeloaan uang dengan prinsip 1-1-1. Yaitu dengan uang 1 dirham yang dimilikinya, beliau gunakan sebagai modal untuk membuat anyaman yang dijual seharga 3 dirham. Dari hasil ini, beliau gunakan 1 dirham untuk keperluan keluarganya, 1 dirham untuk sedekah dan sisanya 1 dirham digunakan sebagai modal kembali.

Ini bisa kita tiru, ajarkan anak kita ketika mendapat uang pemberian/uang saku, bisa dirupakan barang untuk dijual kembali senilai 3 kali lipat. Kemudian, pakailah rumus 1 bagian untuk dirinya sendiri (bisa ditabung), 1 bagian untuk disedekahkan, dan 1 bagian lagi untuk membeli barang (modal) lagi.

Cara kedua, menabung. Ya. Cara konvensional yang masih populer adalah dengan menyisihkan uang untuk disimpan dalam bentuk tabungan (di bank maupun di celengan).

“Simpanlah sebagian dari harta kamu untuk kebaikan masa depan kamu, karena itu jauh lebih baik bagimu.” (HR. Bukhari)

Menabung memiliki banyak keuntungan untuk kehidupan ke depan. Mungkin awalnya sulit, tetapi jika kita memiliki niat yang sungguh-sungguh, menabung bukan lagi menjadi hal yang sulit. Manfaat menabung baru akan bisa dirasakan jika uang yang ditabung sudah terkumpul banyak. Mulailah menabung sedikit demi sedikit, misalnya per hari 5000 rupiah atau per bulan 150.000 rupiah. Maka, setahun akan mencapai 1.800.000.

Latihlah anak kita untuk terbiasa menabung dari uang-uang pemberian kita, atau dari kerabat di saat-saat tertentu. Dengan belajar menabung, anak akan berlatih tidak boros. Dan kebiasaan ini insyaAllah akan menjadikan anak kita disiplin menabung untuk memenuhi kebutuhannya.

Cara ketiga, jangan boros. Seperti yang kita ketahui bahwa sikap boros sangat tidak dianjurkan dalam segala hal, begitu pula dengan mengatur keuangan. Islam pun melarang seseorang dalam berbelanja berlebih-lebihan. Hal ini akan menimbulkan sifat konsumtif dalam diri yang sangat merugikan.

Allah SWT berfirman, “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah pembelanjaan itu di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al Furqan : 67)

Ajarkan kepada anak-anak untuk membeli segala sesuatu sesuai kebutuhan, bukan semata keinginan. Hindari membeli yang tidak diperlukan. Memahamkan anak bahwa untuk mendapatkan sesuatu itu perlu perjuangan dalam mewujudkan kebutuhan dengan cara menabung dan tidak berlebih-lebihan dalam membeli sesuatu.

Cara keempat, menghindari berhutang. Dalam hadist disebutkan, “Barang siapa utang uang kepada orang lain dan berniat akan mengembalikannya, maka Allah akan luluskan niatnya itu; tetapi barang siapa mengambilnya dengan niat akan membinasakan (tidak membayar), maka Allah akan merusakkan dia.” (HR. Bukhari).

Nah, perlu dipahami bersama Ayah Bunda, bahwa berhutang sesuatu yang harus dihindari. Jangan pernah memiliki hutang (harta) bahkan mengajarkan anak-anak kita untuk berhutang, sekecil apapun nominalnya. Perkara hutang tidak untuk diremehkan. Pertanggungjawabannya berat di hadapan Allah SWT. Saat seseorang meninggal, sedangkan dia dalam keadaan memiliki hutang, ahli warisnya wajib melunasinya.

Hutang memang terkadang menjadi penyelamat finansial di saat darurat, namun di dalam Islam tidak dianjurkan untuk berhutang jika tidak benar-benar membutuhkan. Jika masih bisa membayar secara tunai, janganlah terpikir untuk membayar secara berhutang.

Demikian Ayah Bunda, empat cara yang bisa disampaikan ke anak-anak kita tentang bagaimana mengelola keuangan dengan baik. InsyaaAllah kita dan keluarga akan menjadi orang-orang yang selamat dalam mengurus harta yang sejatinya merupakan titipan Allah SWT. Kelak, dari mana dan kemana harta kita berasal dan dibelanjakan akan menjadi pertanyaan di akhirat. Semoga bermanfaat. Wallahu’alam bisshowab. *Kabid Amal dan Usaha Al Uswah Tuban.

Disarikan dari buku “88 Strategi Bisnis Ala Rasulullah yang Tak Pernah Rugi”.

Like it? Share with your friends!

0

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Share this
Chat
Hallo Sahabat Al Uswah
Admin ChatAl Uswah CentreWhatsApp
Dsu Al UswahWhatsApp