Hari ini, Kamis (19/08/21), adalah hari ‘Asyura pada tanggal 10 Muharram atau bertepatan dengan Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki menuliskan bahwa Hari ‘Asyura adalah hari bertobat dan kembali kepada Allah. Tobat memang tidak terbatas pada waktu dan tempat khusus. Namun, tobat pada hari-hari tertentu sangat dianjurkan.
Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, ia pernah menulis surat kepada seluruh warga kota agar mereka bertobat pada hari Asyura dengan doa-doa para nabi. Karena para nabi belajar cara bertobat langsung dari Allah. Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
فَتَلَقّٰٓى اٰدَمُ مِنْ رَّبِّهٖ كَلِمٰتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ
Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, lalu Dia pun menerima tobatnya (QS. Al-Baqarah [2]: 37).
Adapun doa-doa tobat yang dipanjatkan oleh para nabi telah diabadikan dalam Al-Qur’an. Tim redaksi mengutip dari Kesan.id, telah merangkum beberap kisah yang identik dengan Muharram. Apa saja? Berikut kami sajikan doa-doa mereka:
Doa Nabi Adam as. dan istrinya
Adam dan istrinya, Hawa, pernah tinggal di surga. Mereka bebas melakukan apa saja di surga, kecuali memakan buah dari pohon terlarang. Namun, karena godaan setan, mereka melanggar larangan tersebut.
Setelah memakan buah yang dilarang itu, tiba-tiba mereka bisa melihat auratnya masing-masing yang sebelumnya tersembunyi. Mereka berdua merasa malu kepada Allah saat menyadari dalam keadaan telanjang, dan berusaha menutupi tubuhnya dengan dedaunan.
“Bukankah Aku telah melarang kalian berdua dari pohon itu?” Allah menegur mereka. Karena rasa bersalah mereka, Allah lalu mengajarkan doa untuk bertobat atas perbuatannya, yaitu:
رَبَّنَا ظَلَمْنَآ اَنْفُسَنَا وَاِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ
Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi (QS. Al-A’raf [7]: 23).
Doa Nabi Nuh as.
Pada zaman Nabi Nuh as., Allah menurunkan hujan deras tiada henti untuk menenggelamkan kaumnya yang ingkar. Sebelumnya, Nabi Nuh telah diperintahkan untuk mempersiapkan diri dengan membangun kapal besar yang bisa menampung para pengikutnya dan hewan-hewan.
Saat pembangunan kapal, kaumnya mengejek Nabi Nuh habis-habisan. Mereka tidak akan mengira akan datang banjir bandang seperti yang dinubuatkan. Termasuk di antaranya putra Nabi Nuh sendiri, Kan’an.
Lalu datanglah air bah yang dijanjikan. Sang putra menolak naik ke kapal dan memilih untuk berlindung di tempat tinggi. Namun, air menyapu habis kaum Nabi Nuh yang tidak beriman. Nabi Nuh sangat sedih memikirkan nasib putranya, lalu memohon kepada Allah agar putranya diselamatkan.
“Wahai Nuh! Sesungguhnya dia bukan termasuk keluargamu, karena perbuatannya sungguh tidak baik, sebab itu jangan kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang tidak kamu ketahui,” tegur Allah.
Menyadari kekeliruannya itu, Nabi Nuh kemudian berdoa:
رَبِّ اِنِّيْٓ اَعُوْذُ بِكَ اَنْ اَسْـَٔلَكَ مَا لَيْسَ لِيْ بِهٖ عِلْمٌ ۗوَاِلَّا تَغْفِرْ لِيْ وَتَرْحَمْنِيْٓ اَكُنْ مِّنَ الْخٰسِرِيْنَ
Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu untuk memohon kepada-Mu sesuatu yang aku tidak mengetahui (hakikatnya). Kalau Engkau tidak mengampuniku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku termasuk orang yang rugi (QS. Hud [11]: 47).
Doa Nabi Musa as.
Pada suatu hari, Nabi Musa as. yang sudah beranjak dewasa memasuki Kota Memphis, salah satu wilayah kekuasaan ayah angkatnya, Fir’aun. Jalanan tampak lengang, dan ia melihat dua orang lelaki sedang berkelahi. Salah satunya berasal dari kaumnya, Bani Israil, yang terlihat sedang dianiaya
Lelaki Bani Israil itu pun meminta tolong kepada Nabi Musa untuk menjatuhkan lawannya, seorang lelaki Mesir. Lalu Nabi Musa maju dan memukul lelaki Mesir tadi. Lelaki mesir itu mati seketika.
Nabi Musa tidak menyangka pukulannya itu akan mengakhiri nyawa lawannya. Ia sangat menyesal karena telah membunuh seseorang tanpa disengaja, lalu ia berdoa kepada Allah:
رَبِّ اِنِّيْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ فَاغْفِرْ لِيْ
Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri, maka ampunilah aku (QS. Al-Qasas [28]: 16).
Doa Nabi Yunus as.
Nabi Yunus as. sempat meninggalkan kaumnya dalam keadaan marah karena mereka tidak juga mau beriman kepada Allah. Ia pergi ke tepi pantai dan menjumpai sebuah perahu berlabuh. Lalu ia ikut menaiki perahu itu dengan wajah muram.
Namun, di tengah pelayaran, datanglah gelombang besar yang menghempas perahu itu menjadi terombang-ambing. Karena kelebihan penumpang dan khawatir perahu akan tenggelam jika dibiarkan begitu saja, sang nahkoda berkata, “Tenggelamnya seseorang lebih baik daripada tenggelamnya kita semua.”
Mereka lalu mengundi untuk menentukan siapa di antara mereka yang harus dilemparkan. Keluarlah nama Nabi Yunus. Menyadari bahwa itu merupakan teguran dari Allah, beliau pun akhirnya terjun ke laut. Allah mengirim seekor ikan besar yang dengan cepat menelan Nabi Yunus. Dalam kegelapan yang pekat di perut ikan itu, Nabi Yunus sungguh menyesali perbuatannya dan doa terus menerus:
لَّآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنْتَ سُبْحٰنَكَ اِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظّٰلِمِيْنَ
Tidak ada tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim (QS. Al-Anbiya’ [21]: 87).
Demikianlah empat doa tobat para nabi dalam Al-Qur’an yang bisa kita amalkan. Selain keempat doa di atas, Rasulullah juga mengajarkan Abu Bakar ra. doa mohon ampunan saat shalat, yaitu:
اللَّهُمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي ظُلْمًا كَثِيرًا، وَلاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ، فَاغْفِرْ لِي مِنْ عِنْدِكَ مَغْفِرَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Ya Allah, sesungguhnya aku telah banyak menzalimi diriku sendiri, dan tidak ada yang mengampuni dosa selain Engkau. Maka ampunilah aku, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Penyayang (HR. Bukhari no. 7387).
Salah satu kesamaan dari doa para nabi di atas adalah pengakuan dosa dan penyesalan. Kedua hal itu menjadi kunci diterimanya tobat, seperti syair yang dituliskan Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam Lathaif Al-Ma’arif:
فَإِنَّ اعْتِرَافَ الْمَرْءِ يَمْحُوْ إقْتِرَافَهُ، كَمَا أَنَّ إِنْكَارَ الذُّنُوْبِ ذُنُوْبُ
Maka sungguh pengakuan dosa seseorang akan menghapus dosanya, seperti halnya mengingkari dosa adalah dosa yang lain.
Referensi: Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki; Dzikrayat wa Munasabat, Ibnu Rajab Al-Hanbali; Lathaif Al-Ma’arif.
0 Comments