0

Oleh: Nurhasan*

Ayah bunda yang dirahmati Allah Subhanahu Wa Ta’ala, pada edisi kali ini mari kita bersama-sama membahas tentang masalah ekonomi keluarga. Keluarga adalah harapan dan cita-cita. Bagi kalangan muda yang belum menikah ia punya harapan dan cita-cita untuk berkeluarga. Bagi yang sudah berkeluarga punya cita-cita supaya bahagia. Tak hanya di dunia tapi sampai di akhirat kelak. Pertanyaannya sekarang, apa saja yang diperlukan supaya kita menjadi keluarga bahagia? Salah satu jawabannya adalah membangun ekonomi keluarga.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman! Maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui.” (QS. As-Saff 61: 10-11)

Dalam ayat ini ada pertanyaan dari Allah yang perlu kita pahami apa jawabannya. “Maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih?” Berarti di sini ada perdagangan yang membawa kepada azab yang pedih dan juga ada perdagangan yang bisa menyelamatkan manusia dari azab yang pedih. Kalau yang bisa membawa kepada azab yang pedih tentulah perdagangan yang melanggar dari hukum-hukum Allah. Di antaranya perdagangan yang ada unsur kezaliman, kebohongan, dan penipuan. Tapi  orang yang berjihad di jalan Allah akan bisa terhindar dari azab yang pedih, sebab mereka senantiasa menjaga imannya kepada Allah; ia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Jihad di jalan Allah ada dua, yaitu berjihad dengan harta dan jiwa.

Maka di dalam membangun ekonomi keluarga jihad ini bisa kita wujudkan. Pertama, berjihad dengan harta. Artinya kita berdagang dengan modal keuangan. Dengan uang tersebut kita bisa jadikan sebagai modal usaha di bidang apa saja. Setelah berusaha akan mendapatkan hasil. Lalu hasilnya sebagai keuntungan dalam perdagangan. Dengan keuntungan ini dikatakan berjihad di jalan Allah. Kedua, berjihad dengan jiwa. Berdagang tentu tidak luput dari bahaya dan risiko. Bahaya dan risiko kadang-kadang bisa membahayakan kepada jiwa. Bekerja dalam bidang apa saja pasti ada yang namanya risiko. Sebab mereka yang sedang dalam perjalanan saja sudah ada risikonya. Mereka berdagang ada untung dan ruginya. Maka orang-orang yang berdagang di jalan Allah siap kedua-duanya. Siap dengan harta dan jiwanya.

Membangun ekonomi keluarga salah satu syarat utamanya adalah bersungguh-sungguh. Orang yang tak sungguh-sungguh sulit untuk berhasil. Dalam sebuah ungkapan bahasa arab dikatakan, “Man Jadda Wa Jadda” (Barang siapa yang bersungguh-sungguh dia pasti berhasil). Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.” (QS. Al-Jumu’ah 62: Ayat 10)

Dalam ayat ini kita diingatkan oleh Allah untuk membagi waktu dalam hal beribadah. Ada namanya ibadah mahdah dan ghoiru mahdah. Shalat merupakan ibadah mahdah, sedangkan mencari nafkah adalah ibadah ghoiru mahdah. Mencari nafkah disebut juga dengan muamalah.

Allah katakan: “Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi.” Lalu kita diperintahkan untuk mencari rezekinya Allah. Maka kalau kita ingin membangun keluarga yang kuat dan kokoh maka salah satu syaratnya adalah perkuat ekonomi keluarga dengan cara bersungguh-sungguh. Tidak boleh bermalas-malasan. Bersungguh-sungguh adalah bila selesai shalat kita bertebaran untuk mencari rezekinya Allah. Bekerja secara profesional sesuai profesi masing-masing. Ada pekerjaan menjadi petani, pedagang, buruh, guru, dosen, dan sebagainya. Tujuannya tak lain adalah mencari rezeki Allah. Sebab rezekinya Allah tidak bisa datang begitu saja turun dari langit. Karena itu Umar bin Khattab pernah berkata, “Allah tidak menurunkan emas dari langit maka bekerjalah untuk mencari emas tersebut.” Karenanya kita harus memperkuat ekonomi keluarga dengan cara bekerja dengan sungguh-sungguh. Dalam mencari rezeki Islam mengajarkan bahwa antara rezeki dengan iman, shalat, dan zikir saling terkait. Tidak bisa kita mencari rezeki dengan menerjang segala rambu-rambu larangan agama. Tetapi kita harus mencari rezeki yang halal; tidak tercampur dengan yang haram. Beda dengan paham kapitalisme yang mengajarkan, modal yang sedikit mencari untung sebanyak-banyaknya. Tanpa peduli halal dan haram. Di dalam Islam tidak seperti itu. Tapi mencari rezeki yang berkah, halal, dan thoyib. Rezeki yang berkah akan bermanfaat bagi orang banyak dan bahkan bisa dipergunakan berulang kali.

Oleh sebab itu ada beberapa cara untuk membangun ekonomi di keluarga kita masing-masing, di antaranya adalah:

1. Ketika mencari rezeki harus ikhlas karena Allah.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).” (QS. Al-Bayyinah 98: Ayat 5)

Di dalam mencari rezeki harus ikhlas karena Allah. Tidak boleh karena motif iri hati dan dendam dengan orang lain. Tetangga beli mobil ikut menyaingi beli mobil. Tetangga beli rumah ikut beli rumah. Jika seperti ini kita bisa capek sendiri dan tidak mendapat pahala. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya amal tergantung dengan niatnya.” Maka kita perlu memasang niat dan motivasi yang kuat ketika bekerja hanya karena Allah semata.

2. Di dalam mencari rezeki sesuailah dengan kemampuan dan profesi.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya.“ (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 286)

Untuk itu bekerjalah sesuai dengan skil dan kemampuan yang kita punya agar profesional. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika amanah telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi. Ada seorang sahabat bertanya: “Bagaimana maksud amanah disia-siakan?” Nabi menjawab: “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.”” (HR Al-Bukhari)

3. Dalam bekerja berusaha menghindar dari unsur menipu, judi, dan berbuat zalim.

Di dalam mengembangkan ekonomi keluarga kita didorong untuk melakukan inovasi supaya usaha tidak monoton. Perdagangan dikemas dengan baik supaya menarik dan kelihatan bagus. Kalau makanan kemasannya dibuat elegan. Bagi seorang guru metode pembelajarannya harus kreatif agar para siswa menyenangkan. Ini namanya melakukan inovasi dan membuat temuan-temuan terbaru, sehingga menjadikan usaha tidak membosankan dan selalu menarik. Maka kita harus berusaha dalam mencari nafkah ini dengan cara yang terbaik. *Pengurus KSPPS Uswah Mandiri Sejahtera


Like it? Share with your friends!

0

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Share this
Chat
Hallo Sahabat Al Uswah
Admin ChatAl Uswah CentreWhatsApp
Dsu Al UswahWhatsApp