0

 Oleh: ‘Aisyah Kelas 9C SMPIT Al Uswah Tuban

“Ha, dinamika kelompok!”

“Apa lagi itu?”

“Berarti, kita gak satu tenda dong tidurnya?”

“Kok gini,.. gak seru, yah”

Semua terbelalak, seakan-akan masih tak sepakat dengan sistem baru itu. Mau tak mau mereka harus tetap setuju dan kompetitif dengan segala peraturan yang sudah Kakak Pembina buat.

Sore itu benar-benar terjadi. Dinamika kelompok sudah mulai berjalan. Masing-masing anggota regu putri SMPIT Al Uswah Tuban sudah bersama dengan regu baru mereka. Banyak masing-masing diantara mereka masih canggung dan belum bisa humble dengan teman baru di dinamika kelompok itu.

Di sisi lain, Echa belum ada semenit pun dia sudah bisa bergaul dengan teman-teman di regu dinamika barunya, bahkan sifat yang belum pernah terlihat oleh teman sekolahnya. Kini, tiba-tiba saja gadis itu tampakkan di depan teman regu barunya.

Senja dikit demi sedikit mulai menghilang dari beberapa pohon-pohon tinggi yang tebal dan  besar itu. Bumi Perkemahan Coban Rondo sudah mulai gelap. Semua anak-anak mulai membereskan tenda masing-masing, membersihkan juga menata beberapa barang yang masih berantakan. Ada yang membawa buntalan besar kantong plastik, pergi membuang sampah. Ada juga yang baru saja keluar dari kamar mandi. Beberapa anak yang lainya menyiapkan peralatan untuk memasak hidangan nanti malam.

“Heh, lihat toh Echa!”

Semua mata tertuju pada jari telunjuk Firda yang sudah lurus pada Echa yang sedang mencuci wajan hitam besar bersama dengan regu dinamikanya di tenda sebelah.

Semua berpikir bahwa Echa benar-benar sudah begitu cepat berhambur ria dengan teman-teman barunya. Mereka takut jika Echa nantinya cepat atau lambat mulai cuek dan  tidak peduli dengan teman-teman regunya yang lama.

***

Langit mulai berganti warna, malam itu dinginya menusuk pori-pori kulit. Tubuh lelah  anak-anak latihan gabungan (Latgab) hanya dibungkus seutas jaket dan mantel, meski ditemani dengan angin malam yang ganas mereka tetap taat memenuhi panggilan adzan, untuk melaksanakan salat maghrib.

Setelah usai salat magrib anak-anak  kembali ke tenda untuk makan malam. Karena banyak diantara mereka yang masih susah berbaur dengan regu dinamikannya. Regu putri SMPIT Al Uswah Tuban memutuskan untuk makan bersama-sama di tenda mereka. Telur goreng dan mi sudah tersaji sedari tadi.

“Eh, ajak Echa yok” Firda tiba-tiba

Semuanya lantas menyetujui,  Atul, alias Hasanatul Laili salah satu anak regu SMPIT Al Uswah yang berpostur bak tiang bendera, beranjak pergi memanggil Echa.

“Assalamualaikum, Echa-nya ada-..”

Semuanya menoleh, Seketika Atul terputus. Mendapati Echa sudah melahap makanan dengan ekspresi agak tak peduli dengan sang Atul yang masih berdiri di depan tendanya ditambah tawa ria dengan teman regu dinamikanya yang baru .

“Eh, Ga jadi, maaf ya ganggu kalian makan,”  Atul memutuskan untuk kembali, dengan hati kecewa, langkahnya tampak putus asa

“Kenapa tul?” Tanya Firda, yang sudah peka dengan wajah atul yang tertekuk.

“Echa udah makan bareng sama regu dinamikanya” ujarnya pelan semuanya terdiam.

“Yaudah ayok makan aja keburu dingin!” Firda yang tiba-tiba memecah keheningan.

“Iya aku dah laper” Refi mengelus pelan perutnya.

Mereka memilih untuk makan, meski rencana mereka mengiinkan Echa ikut serta makan bersama-sama tak tercapaikan. Malam itu semua anak-anak Latgab makan dengan lahap, tiba-tiba alam menyuruh hujan turun begitu saja, hujan menyelimuti malam itu hingga isya menjelang larut.

***

Surya masih malu menampakkan dirinya di tengah-tengah pepohonan yang tinggi. Padahal saat itu anak-anak Latgab sudah memulai aktivitas mereka. Pagi ini sebuah keberanian kekompakan antar kelompok akan benar-benar diuji .

“Jelajah alam?”

“Wihh… mantap tuch

“Waduh, kalo sepatu nya kotor kena tanah gimana?”

“Kok nyari susah, ya tinggal bungkus aja itu sepatumu pake kresek” timpal Nindy

Semua tertawa. Sang ratu receh mulai beraksi, benar saja. Nindy mengambil 2 kantong kresek hitam berukuran sedang lalu menyuruh Nashwa duduk. Kemudian dibungkuslah kaki temanya itu dengan kantong kresek rapat-rapat kanan dan kiri, yang lainya sudah tak kuat menahan tawa hingga Firda dan Atul saling memukul satu sama lain.

Panggilan peluit untuk kumpul ke lapangan nyaring terdengar. Semua anak-anak Latgab berlarian, disana mereka diberitahukan bahwa setelah ini mereka akan melakukan kegiatan “Jelajah Alam” yang mana masing-masing kelompok harus bisa menyebar dan menelusuri hutan Coban Rondo untuk memecahkan teka-teki yang sudah disiapkan oleh para kakak-kakak Pembina.

Siapa kelompok yang paling cepat kembali ke basecamp dengan poin tercepat menjawab teka-teki yang sudah disebar di dalam hutan , maka kelompok itulah yang akan mendapatkan sesuatu dari Kakak Pembina.

Semua mengiyakan mengangguk paham. Setelah itu masing-masing ketua regu diberikan peta dan segera masuk ke dalam hutan untuk memecahkan teka-teki. Dengan cepat anak-anak Latgab sudah menghilang dari pandangan, mereka hanya dibekali peta saja, akankah ada salah satu dari kelompok mereka yang berhasil kembali pertama kali?.

Semua masih mengajak  kaki mereka untuk terus mendaki beberapa permukaan  yang curam dan licin.

“Cha! cepet dikit dong jalanya , nanti kita telat ke basecamp keduluan regu lain”

“Tunggu Zik, aku capek kakiku ga kuat lagi…” Echa yang agak lemas itu sudah menahan tangannya pada  pohon besar

“Ayo kuatin dikit, habis ini ke pos selanjutnya” Zika yang masih terus mendesak Echa tetap menambah langkah kakinya .

Echa benar-benar sudah lemas, tubuh dan  kakinya seakan-akan tidak sanggup untuk melanjutkan pendakian penjelajahan. Hingga mereka tak sadar waktu pun semakin petang cahaya saat itu sedikit demi sedikit tak Nampak lagi , malam benar – benar datang. Suara derik sang jangkrik semakin membuat malam komplit dengan auranya, dua regu itu masih keluyuran di dalam lebatnya pohon –pohon besar tebal itu,

***

“PLAK!”

Semua menoleh ke arah sumber suara

“Sumpah nyamuknnya ganas cuy !” sahut Nindy yang menggaruk pipi kanannya dengan kesal. Regu SMPIT Al Uswah masih menelusuri jalan setapak yang kini sudah tak terlihat oleh mata.

“Eh, I-itu a,-apa?!” Nashwa yang memberanikan diri untuk bicara.

“Mana!” sahut yang lain bersamaan, dengan gugup setengah waspada.

“Mana sih mana?!, jangan nakut-nakutin orang lo!” Nindy menimpali dan berjalan menuju ke depan memastikan perkataan Nashwa yang tadi, seraya mengarahkan senter mini ke arah yang dimaksud.

“Huwalah! Apa itu gusti astaghfirullah apa itu!” sebuah senter mini  seketika melayang sembarangan. Nindy terjungkal, terkejud setelah apa yang dia lihat.

Semua lantas ikut panik dan memasang siaga, Firda memberanikan dirinya untuk memastikan apa yang dilihat oleh Nindy ia maju dengan langkah yang sedikit ragu dan masih takut. Firda segera mengambil senter yang terjatuh dari tanah semuanya hanya melihat Firda dari belakang dengan rasa dag-dig-dug.

“Ya Allah!, Cha!”

Semua terheran-heran setelah Firda memanggil potongan nama Echa.

“Woi!, ini Echa lahhh…” Firda menoleh ke belakang

“Ini Echa?!” Tanya Refi memastikan

“Ya Allah Echa, kamu kenapa , mana regu dinamika mu??!” Atul yang ingin tahu  sebuah lumuran tanah yang masih basah menghiasi seragam pramuka Echa yang sekarang bahkan tak terlihat seperti seragam lagi. Hanya sebuah gelengan kepala yang menjawabnya  membuat mereka semakin bingung dengan keadaan Echa itu.

Masih tak percaya dengan apa yang terjadi setelah itu mereka mengira bahwa Echa sedang tersesat dari regu dinamikanya. Tanpa pikir panjang teman-teman dari Al Uswah Tuban langsung beranjak kembali menuruni jalanan terjal yang becek dan berbahaya. Echa berjalan di tengah-tengah temanya mencegah agar ia tak tersesat lagi. Beberapa menit kemudian mereka sampai di sebuah tanah lapang yang  banyak tenda kemah berjejer, sekarang hanya lampu-lampu kecil yang terlihat itupun remang-remang samar tak jelas.

Anak-anak itu langsung menghempaskan tubuh ke dalam tenda , memijat bagian kaki yang terasa sakit dan tak kalah menariknya menghabiskan 3 galon sekaligus. Atul sempat menawari Echa segelas Air putih, tetap saja Echa masih dengan sikap yang sama tatapan kosong itu masih belum reda, entah apa yang membuat Echa seperti itu. Malam yang sunyi hanya di temani suara derikan jangkrik.

“Cha?, gak tidur? dah malem lo”

Pertanyaan itu hanya terbalaskan oleh sebuah gelengan pelan kepala.

***

“Zik, tunggu-tunggu zik kok gak kelihatan Echa pagi ini?”

“Lo iya ya, Kok ga kelihatan!? kita tadi malam turun dari penjelajahan alam aku gak liat dia Sumpah!”

Zika hanya diam dalam semu, dia merasa bahwa dialah penyebab Echa tidak ada bersama dengan regu Dinamikannya hingga sekarang.

“Jangan-jangan Echa tersesat pas kita masih di hutan,” semua perhatian berpusat pada Rara anak JSIT dari Malang.

Zika Melotot, menoleh ke arah Rara yang seketika berujar, dia semakin gugup dan khawatir sebab ia yang sedari tadi  bersama Echa di barisan paling belakang, saat masih pendakian penjelajahan.

Akhir dari saat itu, mereka memutuskan untuk malporkan kepada Kakak Pembina.

“Ayo Zik!, ga ikut lapor sama kita ta?!” Rara menoleh

Zika hanya menggelengkan kepalanya dengan cepat.

“Oo yaudah kalo gitu jaga tenda bentar ya”

“Iya”

Zika semakin cemas dan dan takut keringat dingin mulai menjadi hujan di dahinya , jika nanti Kakak Pembina tahu bahwa Echa hilang saat penjelajahan akibat dia yang meninggalkan Echa begitu saja. Lama setelah itu Kakak Pembina mulai mengecek dan memastikan seluruh tempat dan titik-titik darurat untuk menemukan Echa dibantu juga dengan regu Dinamika

“Zika!”

Zika terkejut saat namanya dilantuntan dengan keras

“Ah kamu Ra!, ngagetin ada apa ?!”

“Kamu gamau  ikut cari Echa gitu Zik, ayo kita cari bareng-bareng dibantu sama Kakak Pembina”

Dengan perasaan yang campur aduk akhirnya ia memutuskan untuk berdiri  ikut dengan Rara

Regu Aluswah yang baru membuka tendanya, terheran-heran melihat keadaan Coban Rondo yang porak-poranda dengan kepanikan dan kebingungan Echa yang hilang.

“Itu pada ngapain sih Fir?!” Refi membenarkan kerudungnya

“iya ya , gatau kok pada rame gitu?”

Tiba –tiba beberapa Kakak Pembina menuju ke arah Anak regu Al-Uswah,

“Eh, kalian tahu Echa dimana? anak satu sekolah sama kalian waktu itu”

“Ec—“

“Itu di tenda Echa kak” Atul menyahut dengan cepat.

Beberapa Kakak Pembina langsung masuk memastikan, benar saja Echa masih tidur pulas dibungkus dengan jaket merah.”

“Alhamdulillah… tapi kok Echa bisa tidur di tenda kalian?.”

“Jadi gini kak—” Atul  memulai, semua menyimak sampai akhir.

“Emangnya kenapa kak kok pada nyari Echa?”

“Kakak dapat info dari regu Dinamikanya Echa, kalau semaleman Echa ga ada di tenda” Tutur salah satu Kakak Pembina.

“Nah…ini regu Dinamikanya” semua menoleh ke arah gerombolan anak-anak Dinamika yang berjalan menuju tempat mereka berdiri

“Gimana kak?, Echa sudah ketemu?”

“Kalian itu bagaimana sih dengan anggota sendiri kok malah dibiarkan tidur di tenda bukan regu Dinamika?” ujar Kakak Pembina. Semua hanya menunduk,tidak ada diantara mereka yang berani menjawab.

“Eh Echa sudah Bangun” Firda yang melihatnya masih dengan posisi mengucek mata kananya.

Semua fokus terarah ke Echa. Echa melongo setelah melihat keramaian semuanya berkumpul di Tenda Regu Al-Uswah Tuban. Zika mendekat ke arah Echa yang masih dilanda kebingungan.

“Cha, maafin aku ya, aku salah pas itu aku ninggalin kamu waktu kamu masih dibelakang trus aku tinggalin gitu aja. Aku benar-benar minta maaf seharusnya aku nungguin kamu sampe kamu bener-bener kuat lagi buat lanjutin pendakian” kelopak mata Zika mulai berair, nafasnya tak beraturan hingga ia benar-benar menangis dan memeluk Echa dengan cepat.

Semuanya yang melihat kejadian itu ikut terharu dengan pengakuan Zika yang jujur dan mau mengakui kesalahanya terutama senyum dari kakak Pembina teruntai indah di wajah. Semua lega Echa sudah ditemukan dengan alur yang begitu ambigu. Semua saling memninta maaf dari kejadian ini.

Matahari di atas sana melebarkan senyumanya, kehangatan saat itu sedang menimpa Coban Rondo.

 


Like it? Share with your friends!

0

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Share this
Chat
Hallo Sahabat Al Uswah
Admin ChatAl Uswah CentreWhatsApp
Dsu Al UswahWhatsApp