Oleh: Fauzi Prayitno, M.A.*
Dikisahkan dalam kitab Siyar A’lam An-Nubala, Imam Adz-Dzahabi menyampaikan kisah pertemuan empat orang anak muda. Yang satu adalah putra Umar bin Khattab radhiyallahu anhu, yaitu Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma. Adapun yang tiga sisanya adalah putra-putra dari sahabat mulia, Zubair bin Awwam radhiyallahu anhu. Yang pertama adalah Abdullah bin Zubair, yang kedua adalah Urwah bin Zubair, dan yang ketiga adalah Mush’ab bin Zubair radhiyallahu anhum.
Keempat anak muda ini berkumpul di Hijr Ismail. Kita tahu Hijr Ismail adalah setengah lingkaran yang ada di Ka’bah yang hari ini bisa kita lihat. Mereka berkumpul di dalam Hijr Ismail. Kemudian mereka duduk bersama membuka sebuah majelis yang sangat unik karena mereka membuka dengan kalimat mereka, “Mari kita jadikan majelis atau pertemuan ini sebagai pertemuan berharap, pertemuan bercita-cita, majelis cita-cita.”
Maka kemudian dimulailah majelis itu oleh kalimatnya Abdullah bin Zubair radhiyallahu anhu. Kalimat yang diucapkan Abdullah bin Zubair radhiyallahu anhu sederhana. Dia mengatakan, “Saya ingin kekhilafahan.” Masya Allah, seorang anak muda berfikir dia ingin mendapatkan kekhilafahan dan dia ingin menjadi khalifahnya. Sebuah cita-cita.
Kemudian disusul berikutnya oleh Urwah bin Zubair radhiyallahu anhu. Ia berkata, “Saya ingin menjadi tempat masyarakat ini mengambil ilmu.” Menjadi ulama. Menjadi ilmuwan besar. Inilah keinginan Urwah bin Zubair radhiyallahu anhu.
Disusul berikutnya oleh Mus’ab bin Zubair radhiyallahu anhu. Mush’ab berkata, “Saya ingin menjadi amir Iraq (pemimpin di Iraq) dan menikah dengan Aisyah binti Thalhah dan Sukainah binti Husein.” Aisyah dan Sukainah ialah dua wanita yang sangat cerdas dan dua wanita yang sangat cantik di zamannya. Disebut sekaligus dua nama itu, dan dia berminat untuk menikahi keduanya. Anak muda bercita-cita menjadi seorang pemimpin Iraq dan menikahi dua wanita sangat cerdas dan cantik di zamannya. Dan kedua-duanya adalah putri dari sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Kemudian yang terakhir adalah Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma. Ia berkata, “Aku ingin Allah mengampuni aku.”
Dan Subhanallah, Hijr Ismail menjadi saksi bahwa cita-cita yang tulus mereka sampaikan ternyata Allah sampaikan pada takdirnya.
Abdullah bin Zubair radhiyallahu anhu benar-benar menjadi khalifah selama kurang lebih 9 tahun.
Urwah bin Zubair radhiyallahu anhu benar-benar menjadi ulama besar. Salah seorang ulama besar di kota Madinah. Banyak sekali sanad hadits dari Urwah bin Zubair radhiyallahu anhu yang diambil dari Aisyah radhiyallahu anha. Tidak aneh jika kemudian Urwah menjadi seorang ulama besar di zamannya.
Dan yang berikutnya adalah Mus’ab bin Zubair radhiyallahu anhu. Ia benar-benar menjadi seorang pemimpin di negeri Iraq dan benar-benar bisa menikahi dua wanita yang disebutkannya.
Yang tidak bisa kita lihat adalah jawaban dari harapan dan cita-cita Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma. Akan tetapi, Imam Adz-Dzahabi rahimahullah mengatakan, “Allah akan mengampuni dosa-dosa Abdullah bin Umar radhiyallahu anhu sebagaimana yang dia inginkan di dalam majelis itu.”
Umpamanya pelajaran tentang jangan pernah khawatir untuk bercita-cita. Bercita-cita itu boleh bagi semua orang. Bedakan orang yang bercita-cita dengan seseorang yang sedang bermimpi dan berkhayal. Orang yang bercita-cita boleh menggantung setinggi langit, tapi bedanya dengan orang-orang yang berkhayal adalah ketika orang yang bercita-cita itu melaksanakan, mencoba untuk berupaya maksimal dalam mencapai apa yang diinginkannya itu. Adapun orang-orang yang berkhayal, dia hanya di tempat tidurnya. Dia tidak kemana-mana. Tidak bergerak sama sekali, tapi setinggi langit dia menginginkannya. Dan begitulah manusia. Ia hanya ditugasi untuk bercita-cita, kemudian ia berusaha semaksimal mungkin dalam upayanya menjadi hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mulia, yang baik, dan yang berilmu. Biarkanlah nanti sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Bekerjalah kalian! Berusahalah kalian! Setiap kalian akan dimudahkan menuju takdirnya masing-masing.”
Kisah yang tadi kita baca, jika kita renungi, adalah kisah yang menjadi motivasi bagi kita semua. Bukankah kita menjadi termotivasi? Bahwa siapa pun punya kesempatan. Siapalah Abdullah bin Zubair, sehingga kemudian dia bercita-cita ingin menjadi seorang khalifah? Dia bukan dari keluarga istana, walaupun benar bahwa dia keluarga dari sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang mulia. Dan setiap orang boleh bercita-cita. Setinggi apapun itu. Sejarah memiliki kekuatan motivasi. Bacalah sejarah, ia akan mendorong kepada kita untuk kita melakukan sesuatu. Dan sejarah adalah sang motivator yang sangat hebat.
Sepanjang nanti kita mempelajari sejarah Islam, kita akan mendapatkan solusi-solusi. Sangat detail sejarah memberikan kita pelajaran solusi dari segala permasalahan yang kita hadapi. Permasalahan pribadi, permasalahan keluarga, permasalahan aktivitas kita, permasalahan negeri ini, bahkan permasalahan bumi ini. Sejarah akan memberikan kepada kita solusinya.
Sejarah juga akan memberikan kekuatan Inspirasi. Kita akan sangat kaya dengan inspirasi. Hal-hal yang sangat baru. Dan justru kita akan maju beberapa langkah ke depan dibandingkan dengan orang-orang yang lain. Kita akan memiliki berbagai macam gagasan dan ide yang baru. Karena memang sejarah akan mengajarkan kepada kita tentang sesuatu yang telah terjadi di masa lalu. Dan bukan hanya masa lalu, bahkan lebih hebatnya lagi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun menyampaikan dalam hadits-hadits beliau yang disebut dengan an-nubuwat. An-nubuwat adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang berbicara tentang masa depan. Ini bukan ramalan juga bukan prediksi. Akan tetapi ini adalah sebuah kepastian karena disampaikan dari wahyu oleh Rasulullah.
Ada juga yang bisa kita lakukan dengan memprediksi banyak hal. Bahkan sebagiannya bukan prediksi, sebagiannya adalah nubuwat yang merupakan sebuah kepastian masa depan. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan kepada para sahabat bahwa muslimin akan menaklukkan Persia, Romawi, dan Mesir, semua itu belum terlaksana saat Rasul masih hidup, atau bahkan saat Rasul sudah wafat. Tetapi semua itu berhasil ditaklukkan di zaman kekhilafahan Umar bin Khattab radhiyallahu anhu. Sebuah kepastian.
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan bahwa muslimin akan membuka Konstantinopel, hal ini baru terjadi lebih dari 8 abad setelah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diucapkan. Konstantinopel ditaklukkan oleh Muhammad Al-Fatih. Dan ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan dalam hadits yang sama bahwa muslimin akan mengantarkan hidayah hingga ke Roma (membuka Roma sebagaimana membuka Konstantinopel), maka ini pasti akan terjadi. Hanya saja, sampai hari ini Roma belum kunjung mendapatkan hidayah-Nya. Dan yang sedang kita bicarakan bukan hanya masalah prediksi, tapi sebuah akan menjadi kepastian pada masa depan. *Al Uswah Centre Tuban
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Flattr
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- ManageWP.org
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
0 Comments