Oleh: Afika Putri, S.P.*
Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Tuban mencatat, kawasan hutan Tuban pada periode 2020-2021 mengalami deforestasi atau hilang hingga 126 hektar. Penggundulan atau penebangan 40 ribu pohon terjadi di kawasan RPH Sugihan BKPH Kerek KPH Tuban. Penggundulan dilakukan demi kepentingan pembangunan kilang minyak Grass Root Refinery (GRR) Tuban. (Jatimtimes.com, 20/11/2021).
Pohon-pohon di hutan produksi seluas 126 hektar itu ditebang oleh para kontraktor. Proyek yang memakan lahan hijau itu disebut untuk mempercepat kepentingan proyek strategis nasional (PSN) kilang GRR yang di gadang-gadang sebagai kilang terbesar se-Asia Tenggara.
Laporan dari Perhutani KPH Tuban, saat ini di Kabupaten Tuban terdapat sedikitnya 1.400 hektare lahan kritis (blokTuban.com, 26/2/2022).
Demikian halnya deforestasi hutan yang terjadi di Tuban, hutan Indonesia juga mengalami deforestasi tiap tahunnya. BPS KLHK dalam katadata.co.id, melaporkan bahwa hutan Indonesia berkurang 2.1 hektar sepanjang 2015-2020 dengan peringkat 4 dunia laju deforestasi hutan primer. Hasil pantauan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2020 dalam menlhk.go.id, kini luas lahan berhutan seluruh daratan Indonesia tersisa 95,6 juta hektar.
Padahal hutan memiliki pengaruh besar pada pola curah hujan, kualitas air dan tanah, dan juga pencegahan banjir. Pepohonan menyerap dan menyimpan karbon dioksida, jika deforestasi terus terjadi maka akan melepas karbon dioksida dan gas-gas rumah kaca lainnya” tulis situs WWF 22/4/2022 dalam liputan6.com.
Deforestasi besar-besaran yang terjadi di Tuban pun pasti menjadi penyumbang emisi global. Meskipun menurut Miswanto, ADM Perhutani KPH Tuban mengatakan bahwa Lahan seluas 1.200 hektar akan ditanami kembali dengan 2,7 juta pohon berbagai jenis, tetapi proses rehabilitasi lahan tidaklah mudah dan memakan waktu bertahun-tahun dengan akibat negatif yang terus ditimbulkan selama masa tersebut.
Terbukti, salah satu dampak buruknya ialah terjadinya banjir yang kerap kali melanda Kabupaten Tuban. Pada Kamis, 10 Maret 2022 Banjir bandang melanda 6 desa di Kecamatan Kerek usai hujan lebat. Demikian laporan Plt Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Abdul Muhari, seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Jumat (11/3/2022).
Bupati Tuban Aditya Halindra Faridzky atau kerap disapa Mas Lindra mengakui bahwa masalah utama dari banjir tersebut adalah kondisi lahan di daerah perbukitan yang gundul, sehingga membuat air langsung turun ke sungai. Hujan yang cukup deras membuat sungai tak mampu menahan debit air hingga meluap. Selain itu, juga membuat tanah yang dekat dengan permukiman warga di sekitar sungai di hilir ambles.
“Masalahnya masih sama, karena kondisi di atas itu lahannya gundul, sungai juga mengalami sedimentasi, jadi air meluap dan langsung ke bawah semua,” ucap Mas Bupati pada situs tubankab.go.id.
Disamping dampak lingkungan, kasus ganti-rugi proyek kilang raksasa di Kecamatan Jenu ini masih menuai berbagai polemik, menyisakan realita yang tak seindah apa yang dibayangkan oleh warga setempat. Desa yang sempat viral dengan julukan “Kampung Miliarder”, kini menyesal dan menggantungkan harapan kepada Pertamina atas pemberian lapangan pekerjaan seperti yang telah dijanjikan.
Berbagai dampak yang akan terus terjadi di masa mendatang atas deforestasi hutan demi pembangunan kilang raksasa hasil kerja sama Pertamina dengan asing ini membuktikan bahwa penguasa saat ini lebih mengutamakan kepentingan korporasi asing daripada kelestarian lingkungan hidup yang berkaitan dengan kesejahteraan dan hajat rakyat. Korporasi asinglah yang akan menikmati keuntungan besar-besaran dari aksi eksplorasi kekayaan alam dalam jangka waktu tak terbatas dengan berkedok kerja sama dan investasi.
Selanjutnya, UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) dalam implementasinya sangat jauh dari kenyataan. Sebab sejatinya, rakyat tidak akan mendapatkan manfaat sepeserpun dalam kerja sama proyek Pertamina dengan asing ini. Telah banyak kasus deforestasi demi kepentingan korporasi di wilayah lain yang menyisakan penderitaan bagi warga lokal dan lingkungan setempat.
Meski Presiden Jokowi mengklaim akan mampu menghemat devisa sebesar 4,9 dolar AS, namun semua itu tidak banyak memberikan dampak ke masyarakat. Rakyat tetap akan membayar bahan bakar minyak dengan harga tinggi. Padahal kekayaan alam itu adalah milik rakyat dan rakyatlah yang seharusnya menikmati keuntungan tersebut, bukan pihak kapitalis.
Rakyat justru mendapatkan kerugian berupa limbah kilang, kerusakan lahan, dan hilangnya mata pencaharian, serta yang tak kalah penting adalah kehilangan keseimbangan ekosistem. Inilah kebobrokan sistem kapitalisme dengan segala kerakusan dan watak buruk individu.
Rasulullah telah mengajarkan kepada umatnya betapa seorang muslim harus peduli dengan semua manusia, dengan lingkungan bahkan bumi sebagai tempat tinggal. Setiap muslim memiliki tanggung jawab untuk memelihara bumi dengan perannya sebagai khalifah fil ardhi. Bukan justru berbuat sewenang-wenang.
“Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Janganlah berbuat kerusakan di bumi!” Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan.” (QS Al-Baqarah :11).
Hendaknya setiap diri selalu merenungi peringatan Allah Swt sebagaimana dalam firman-Nya.
﴿ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ﴾
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar- Ruum: 41)
Maka semestinya para pemimpin benar-benar memikirkan nasib rakyatnya. Tak sepatutnya jika aturan-aturan yang diterapkan oleh penguasa di negeri-negeri muslim justru mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup dan negara. Karena meninggalkan tuntunan hidup yakni Al-Qur’an dan tidak sesuai dengan paradigma berpikir Islam yang seharusnya dijadikan landasan perbuatan oleh setiap muslim dalam mengemban amanah kehidupan di muka bumi ini. Wallahu a’lam bishshawab. *Musrifah SMAIT Al Uswah Tuban
0 Comments