Oleh: Santoso Budi Susetyo, S.Sos* (Orang tua Hanin, kelas XII IPS SMAIT Al Uswah Tuban)
Wabah Covid-19 yang menjangkiti hampir seluruh belahan dunia tidak terkecuali Indonesia, mengingatkan kepada salah satu sosok pahlawan nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Yang saat ini nama beliau diabadikan menjadi nama salah satu rumah sakit besar di negeri ini. Sekira tahun 1912 di pulau Jawa tepatnya di Malang, Jawa Timur, wabah Pes melanda.
Penyakit yang disebarkan oleh tikus ini menjadi wabah yang memakan banyak korban jiwa. Situasi inilah yang memantik aksi heroik seorang Cipto Mangunkusumo. Beliau memilih untuk ditugaskan di wilayah pandemi di saat para dokter Eropa memilih menghindar. Karena takut tertular yang penderitanya kebanyakan dari petani. Perlakuan diskriminatif pemerintah Hindia Belanda kepada para dokter pribumi semakin mengobarkan nasionalisme juga jiwa perlawanan dokter yang suka berpenampilan dengan busana Jawa ini.
Pengalaman Cipto dan kawan-kawan berjibaku di lapangan. Membuahkan satu kesimpulan
bahwa penderitaan yang dialami warga bukan hanya penyakit tetapi juga kemiskinan. Kekejaman dan kondisi kerja yang buruk. Selanjutnya atas dasar komitmen terhadap kesehatan, maka tidak segan mereka menyampaikan kritik terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan oleh pemerintah Kolonial. Perlawanan Cipto kepada kolonial menyisakan sepenggal kisah menggelitik yaitu saat Kerajaan Belanda memberikan medali penghargaan kepada beliau atas keberhasilan melawan wabah.
Akan tetapi medali itu dipasang di bagian pantat beliau. Jadi bila ada serdadu yang memberi penghormatan kepada simbol tersebut maka otomatis akan menghormat kepada pantatnya. Kepahlawanan akan terlihat pada saat kondisi kritis. Demi untuk keluar dari keadaan genting dan bahaya seorang pahlawan akan melakukan hal yang tidak biasa seperti kebanyakan manusia lainnya. Tekad kuat membaja, kerja keras dan pengorbanan menjadi ciri utama setiap alur cerita tentang pahlawan.
Pandemi Covid-19 telah nyata memporak-porandakan sendi kehidupan manusia. Mengacaukan tatanan juga yang sudah direncanakan. Krisis ekonomi adalah dampak yang paling berat dirasakan. Kondisi ini menjadi tantangan juga masa untuk membuktikan pahlawan dalam mempersembahkan dharma bakti juga pengabdian. Penularan yang cepat membuat angka jumlah pasien terus melompat.
Meski dengan keterbatasan Alat Pelindung Diri (APD), dokter dan tenaga medis harus siap dan sigap dalam merawat pasien. Dedikasi tinggi sangat dibutuhkan untuk menjalani profesi ini, sebagai garda terdepan risiko tinggi tertular menjadi ancaman yang selalu membayangi.
Pembatasan sosial oleh pemangku wilayah dilakukan di banyak daerah menjadikan kegiatan ekonomi terpaksa berhenti. Krisis ekonomi yang kuat menghantam menjadikan banyak orang kesulitan mencari mata pencaharian. Aksi sosial yang bermunculan menjadi fenomena yang menggembirakan. Banyak orang dan organisasi bergerak datang memberikan santunan kepada yang sedang lemah terdampak. Sesungguhnya energi berbagi membutuhkan empati juga keikhlasan hati.
Protokol kesehatan yang ditetapkan untuk menahan laju penularan telah merubah gaya hidup serta kebiasaan. Terasa tidak mudah untuk beradaptasi dengan kondisi yang tidak ideal. Rasa nyaman menjadi banyak berkurang. Tidak keluar rumah, jaga jarak, pakai masker dan sering cuci tangan menjadi penting dan bernilai untuk ikut membantu melawan pandemi.
Kenyataannya tidak semua orang menerima untuk taat patuh dengan kebiasaan baru ini. Sejatinya setiap kita bisa menjadi pahlawan dengan cara menjadi dan melakukan yang terbaik dalam posisi apapun. Dalam setiap kondisi kontribusi positif selalu dibutuhkan agar terjaga harmoni kehidupan. Pesan luhur Rasulullah kepada kita adalah “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia”
Dirgahayu Kemerdekaan Indonesia. Semoga wabah segera berlalu. *Juara 3 lomba menulis artikel di SMAIT Al Uswah Tuban. Anggota DPRD Kab. Blora 2019 – 2024
0 Comments