0

Oleh: Fauzi Prayitno, M.A*

Makna sederhana itsar (الإيثار) adalah mendahulukan orang lain dari pada diri sendiri. Bisa jadi sifat mulia yang satu ini mungkin sudah agak sulit kita temukan masa kini. Padahal itsar adalah salah satu akhlak yang paling utama. Bahkan dalam beberapa tulisan tentang tingkatan ukhuwah (persaudaraan), itsar berada pada tingkatan tertinggi dalam implementasi ukhuwah islamiyah. Hal ini dirasa sangat wajar jika kita merujuk pada salah satu hadits nabi, “Tidak beriman seseorang diantaramu hingga kamu mencintainya seperti kamu mencintai dirimu sendiri.” (HR. Bukhari-Muslim).

Sebagian manusia akan ada yang menganggap bahwa fitrah manusia adalah mendahulukan kepentingannya sendiri dibanding kepentingan orang lain dan agak sulit dibayangkan ada seseorang yang mau mendahulukan kepentingan orang lain dibanding kepentingannya sendiri. Namun sungguh banyak implementasi itsar ini bisa kita temukan pada generasi sahabat Rasulullah yang merupakan generasi terbaik umat ini.

Sahl bin Sa’d as-Sa’idy–radhiallahu ‘anhu- berkata, “Seseorang mendatangi Nabi dan bertanya, “Wahai Rasulullah, tunjukkan kepadaku suatu amal, jika aku mengerjakannya aku akan dicintai oleh Allah dan dicintai pula oleh sekalian manusia.” Rasul menjawab, “Zuhudlah terhadap dunia, niscaya kamu akan dicintai oleh Allah. Zuhudlah terhadap apa yang dimiliki manusia, niscaya kamu akan dicintai oleh mereka.” (HR Ibnu Majah, dengan derajat hasan).

Jika seorang yang zuhud (meninggalkan kesenangan)  terhadap apa yang dimilikinya di dunia akan dicintai oleh orang lain. Maka, sikap itsar (mendahulukan kepentingan orang lain dibandingkan dengan dirinya sendiri), akan menumbuhkan kecintaan oyang lebih besar daripada itu. Karena tabiat seseorang adalah mencintai orang yang berbuat baik kepadanya dan berkorban untuknya.

Dalam salah satu hadis diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang melepaskan kesusahan seorang mukmin di dunia niscaya Allah akan melepaskan kesusahannya di akhirat. Siapa yang memudahkan orang yang kesusahan, niscaya Allah akan memudahkan (urusannya) didunia dan di akhirat. Siapa yang menutupi (aib) seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi (aibnya) di dunia dan di akhirat. Dan Allah selalu menolong hamba-Nya jika hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR. Muslim).

Seseorang yang peduli terhadap orang lain, gemar membantunya, memudahkan banyak urusannya, bahkan  lebih mengutamakan kepentingannya dibanding kepentingan diri sendiri tentu akan memperoleh banyak simpati dari orang-orang di sekitarnya, terlebih lagi oleh mereka yang pernah dimudahkan urusannya dan dibantu penyelesaian masalahnya sehingga akan menimbulkan rasa cinta dan hormat. Oleh karena itu, orang lain yang pernah dibantu tersebut tentu akan berupaya juga untuk memberikan kebaikan ataupun bantuan kepada orang yang telah membantunya itu.

Inilah kisah yang paling menyentuh dari banyak kisah sahabat yang pernah diriwayatkan. Kisah tiga orang sahabat Nabi di Perang Yarmuk yang dengan sempurna memberikan contoh kepada kita tentang apa itu itsar. Kisah ini terjadi pada akhir Perang Yarmuk. Saat itu ada tiga orang mujahid yang terkapar dalam kondisi kritis. Mereka adalah Al-Harits bin Hisyam, Ayyasy bin Abi Rabi’ah, dan Ikrimah bin Abu Jahal.

Ketika itu Al-Harits meminta air minum. Ketika air didekatkan ke mulutnya, ia mengetahui kondisi Ikrimah juga dalamkeadaan yang mengkhawatirkan sepertiyang ia alami. Lalu ia pun berkata kepada si pembawa air,  “Berikan dulu kepada Ikrimah,”. Seketika itu pula si pembawa air menuju tempat Ikrimah tergeletak tak berdaya untuk memberikan air kepadanya.

Ketika air didekatkan ke mulut Ikrimah, ia melihat Ayyasy menengok kepadanya. Ia juga melihat Ayyash sedang dalam kondis kritis seperti dirinya atau bahkan mungkin lebih parah lagi. Lalu dengan tegas Ikrimah berkata kepada si pembawa air,  “Berikan dulu kepada Ayyasy!”. Si pembawa air pun langsung menuju tempat Ayyash. Ketika air minum didekatkan ke mulut Ayyasy, ternyata didapatinya Ayyashs telah syahid. Orang yang memberikan air minum segera kembali ke hadapan Harits dan Ikrimah, namun ia juga mendapati bahwa keduanya telah menemui syahidnya.

Dalam kisah para sahabat yang lain, Abu Hurairah berkata, “Telah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah dan berkata: “Sesungguhnya aku dalam keadaan lapar”. Maka Rasulullah menanyakan kepada salah satu istrinya tentang makanan yang ada dirumahnya, namun beliau menjawab: “Demi Dzat Yang mengutusmu dengan haq, aku tidak memiliki apa-apa kecuali hanya air, kemudian beliau bertanya kepada istri yang lain, namun jawabannya tidak berbeda. Seluruhnya menjawab dengan jawaban yang sama. Kemudian Rasulullah bersabda: “Siapakah yang akan menjamu tamu ini, semoga Allah merahmatinya”.

Maka berdirilah salah seorang Anshar, yaitu Abu Thalhah seraya berkata: “Saya wahai Rasulullah”. Maka dia pergi bersama tamu tadi menuju rumahnya kemudian sahabat Anshar tersebut bertanya kepada istrinya (Ummu Sulaim): “Apakah kamu memiliki makanan?”. Istrinya menjawab: “Tidak punya melainkan makanan untuk anak-anak”.

Abu Thalhah berkata: ”Berikanlah minuman kepada mereka dan tidurkanlah mereka. Nanti apabila tamu saya masuk maka akan saya perlihatkan bahwa saya ikut makan,apabila makanan sudah berada di tangan maka berdirilah. Mereka duduk-duduk dan tamu makan hidangan tersebut sementara kedua suami-istri tersebut bermalam dalam keadaan tidak makan. Keesokan harinya keduanya datang kepada Rasulullah lalu Rasulullah bersabda: “Sungguh Allah takjub (atau tertawa) terhadap fulan dan fulanah”. Dalam riwayat lain, Rasulullah bersabda: “Sungguh Allah takjub terhadap apa yang kalian berdua lakukan terhadap tamu kalian” .

Di akhir hadits disebutkan: “Maka turunlah ayat (artinya): …. “Dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).” (Q.S. Al-Hasyr :9).

Abu Thalhah tidak kuasa menahan rasa gembiranya, maka beliau bersegera memberikan khabar gembira tersebut kepada istrinya sehingga sejuklah pandangan matanya karena Allah menurunkan ayat tentang mereka dalam Al-Qur`an yang senantiasa dibaca.

Itulah sedikit kisah dari para sahabat Rasulullah SAW dalam mengimplementasikan nilai itsar dalam kehidupan sehari-hari. Mereka yang pernah langsung menatap wajah Rasulullah, hidup bersama beliau, dan beriman terhadap beliau serta ditarbiyah langsung oleh Rasulullah seperti begitu mudahnya menerapkan nilai itsar dalam kehidupan mereka. Semoga kita juga bisa melakukan apa yang telah dicontohkan oleh mereka dan menunjukkan pada dunia bahwa islam adalah agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. *Kepala Divisi HRD Al Uswah Tuban. (Pr/ed).


Like it? Share with your friends!

0

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Share this
Chat
Hallo Sahabat Al Uswah
Admin ChatAl Uswah CentreWhatsApp
Dsu Al UswahWhatsApp